INFORMASI KESEJARAHAN VOC

INFORMASI KESEJARAHAN VOC
Oleh: Yanuar Iwan Santoso

VOC (Veerenigde Oost Indies Compagnie) atau Persekutuan dagang Hindia Timur berdiri pada 20 Maret 1602 dengan menyatukan beberapa perusahaan dagang besar Belanda, enam perusahaan dibawah dukungan keluarga bangsawan berpengaruh pada saat itu keluarga Oranye (Pangeran Mauritz).Struktur organisasi tertinggi VOC dikuasai oleh tujuh belas orang direksi (Heereen XVII) mereka memiliki akses berupa tujuh belas kunci untuk membuka seluruh arsip rahasia VOC. Tujuan dibentuknya VOC adalah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya di koloni Hindia, menerapkan monopoli dagang dengan cara apapun termasuk tindak kekerasan dan pengerahan kekuatan militer dimana para prajuritnya terdiri dari berbagai macam etnis Eropa, pribumi, bahkan para samurai Jepang. VOC mengincar Batavia (Jakarta) sebagai pusat kekuasaan karena kota pelabuhan tersebut menjadi pusat perdagangan multikompleks yang sangat strategis dan potensial, tidaklah mengherankan jika JP Coen memindahkan kantor pusat VOC dari Maluku ke Batavia.

VOC hanya fokus kepada Gold and Glory. VOC menekan kehadiran para pendeta Protestan di Hindia Timur mereka tidak menjadikan agama sebagai salah satu tujuan penting, hal ini berbeda dengan Portugis dan Spanyol dua negara Eropa yang menjadi pelopor Imperialisme kuno. VOC memanfaatkan para pedagang China untuk menindas para petani Hindia. JP Coen Gubernur terkemuka VOC menyatakan “Tak ada bangsa di dunia ini yang mengabdi kepada kita secara lebih baik daripada orang-orang China, jumlah mereka yang harus dibawa ke Batavia tidak akan pernah cukup.” (George Mc Turnan Kahin;Nasionalisme dan Revolusi Indonesia). Para pedagang China menjadi bagian integral dari struktur penindasan VOC terhadap kaum pribumi, pedagang China memonopoli penguasaan tanah, sumber-sumber produksi, perbankan, perbudakkan, dan perdagangan candu.
VOC melarang keras kehadiran perempuan Belanda dan perempuan Eropa lainnya larangan migrasi perempuan ketanah Hindia baru berakhir menjelang VOC bankrut di abad 18, pelarangan ini memicu maraknya pergundikkan terhadap perempuan-perempuan pribumi dengan bentuk bekerja sebagai asisten rumah tangga. sebagian laki-laki Belanda dan Eropa lainnya memilih menikahi perempuan Indo (perempuan keturunan Portugis) dengan ikatan yang tidak resmi. Perempuan-perempuan pribumi dijual oleh orangtuanya karena beratnya tekanan ekonomi dan sosial.

VOC dengan bantuan birokrat pribumi dan pedagang China melakukan perdagangan budak di Batavia, pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa, dan pusat perdagangan rempah-rempah di Maluku. VOC menolak proses akulturasi dengan melarang penggunaan bahasa Belanda dikalangan kaum pribumi, perkawinan antara laki-laki Belanda dan perempuan pribumi dianggap sebagai perbuatan tercela dan pelakunya akan dideportasi kenegeri Belanda. Abad ke-17 dan abad ke-18 adalah abadnya etnosentrisme ditanah-tanah jajahan prasangka buruk terhadap kebudayaan pribumi dan politik White Supremacy menjadi dasar pemerintahan VOC yang otoriter, tanah jajahan adalah lahan eksploitasi tiada batas dan alat-alat produksinya adalah kaum pribumi yang di stigma dengan sebutan masyarakat barbar dan primitif.

Sebagian besar pola pemerintahan VOC yang cenderung menindas tetap dilanjutkan oleh Pemerintah kolonial Belanda terlebih pada saat pelaksanaan Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) pada 1830.

Share

You may also like...

1 Response

  1. Citra Elaeis Adha says:

    Saya memahami apa yang dijelaskan dari bacaan diatas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *